Selasa, 30 April 2013

HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA DALAM MSDM (TUGAS TULISAN KEDUA)


15.1. Downsize atau tidak
Organisasi-organisasi di setiap sektor mengubah cara-cara pengelolaan agar tetap kompetitif, dengan menyingkirkan kebijaksanaan dan praktik manajemen yang telah lama dilaksanakan. Isu-isu mengelola karyawan dalam jumlah yang sedikit, tingkat manajemen yang datar merupakan praktek-praktek perampingan (atau lebih dikenal dengan istilah “downsizing”) yang terjadi di dalam organisasi akhir-akhir ini.
Menurut Mondy & Noe(2005), Downsizing adalah penurunan/ pengurangan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan. Pada umumnya langkah perampingan(downsizing) yang dilakukan perusahaan adalah dalam rangka menyehatkan kembali perusahaan guna menciptakan “low cost production”.
15.2. Definisi Hubungan Ketenagakerjaan Internal
Hubungan ketenagakerjaan internal organisasi (internal employee relation), dalam perusahaan sering disebut dengan istilah Hubungan Industrial.
Menurut Mondy & Noe(2005), hubungan ketenaga-kerjaan internal adalah kegiatan sumber daya manusia yang terkait dengan gerakan pekerja dalam organisasi. Employee relations mencakup semua praktek yang mengimplementasikan filosofi dan kebijakan organisasi yang berkaitan dengan pekerja. Para manajer dan departemen SDM secara langsung mempengaruhi hubungan ketenagakerjaan melalui aktivitas komunikasi, penyuluhan dan penerapan disiplin. Di samping para manajer lini dan departemen SDM, Serikat Pekerja juga berperan penting dalam praktek-praktek hubungan industrial, meskipun kehadirannya tidak selalu dikehendaki oleh pihak manajemen.

Hubungan Industrial di Indonesia
Dalam konteks ketenagakerjaan di Indonesia, hubungan ketenagakerjaan internal (internal employee relations) diterjemahkan kedalam konsep Hubungan Industrial  Pancasila (HIP). Menurut UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan, Hubungan Industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15.3. Disiplin dan Tindakan Disipliner
. Menurut Mondy dan Noe(2005) disiplin adalah  keadaan pengendalian diri karyawan dan melakukan dengan tertib dan menunjukkan sejauh mana teamwork yang sebenarnya dalam suatu organisasi. Tindakan Displiner adalah tindakan manajemen yang mendorong terciptanya ketaatan pada standar-standar organisasi. Pada dasarnya ada dua jenis disiplin, yaitu : (1) disiplin preventif, dan (2) disiplin korektif.
Displin preventif adalah tindakan yang di ambil untuk mendorong karyawan agar mengikuti standard an aturan sehingga pelanggaran bisa dicegah. Tujuan pokok disiplin preventif adalah mendorong terbentuknya disiplin diri. Upaya pencegahan dilakukan dengan mengembangkan program-program untuk mengontrol ketidakhadiran dan keluh-kesah, mengkomunikasikan standar-standar kepada karyawan dan mendorong karyawan untuk   mengikutinya, dan mendorong peran serta karyawan dalam penetapan standar, agar karyawan memberikan dukungan yang lebih besar kepada aturan-aturan tersebut.
Displin korektif adalah tindakan yang dilakukan sesudah terjadi pelanggaran. Tindakan ini bertujuan agar tidak terjadi pelanggaran yang lebih jauh dan menjamin bahwa di masa mendatang para karyawan akan mengikuti standar dan aturan organisasi. Tindakan korektif ataudisciplinary action biasanya berbentuk hukuman (penalty), seperti peringatan atau skorsing tanpa gaji.
Menurut UU RI No 13 Th 2003 tentang Ketenagakerjaan,
”Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.”

Dalam penerapan sistem disiplin, perlu ditetapkan proses pengajuan sanggahan atau keberatan (due process). Proses ini biasanya dituntut oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, arbitrator, dan serikat pekerja.

Menurut Mondy & Noe(2005) tindakan disiplin harus memenuhi syarat berikut :
1.      Segera (burns Immediately).Tindakan disiplin harus diberlakukan segera setelah terjadinya pelanggaran.
2.      Dengan peringatan (Provides Warning). Karyawan harus mendapatkan peringatan yang memadai. Setiap karyawan harus mengetahui secara jelas konsekuensi dari perilaku kerja yang tidak diharapkan.
3.      Konsisten (Gives Consistent Punishment). Agar dipersepsikan sebagai sesuatu yang adil, tindakan disiplin mesti diberlakukan secara konsisten jika ditemuka situasi pelanggaran yang sama.
4.      Tidak bersifat pribadi (Burns impersonalli). Manajer tidak boleh membeda-bedakan bawahanya dalam penerapan tindakan disiplin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar